ArtikelHj. Nazlah Hasni, M.Si
Memanggil Anak dengan Panggilan yang Baik
Seri Parenting Singkat Majelis Muslimah Sabilillah Kota Malang


Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW memanggilnya dengan penuh kasih, “Wahai Anakku” (HR. Muslim).
Dalam budaya Arab, terdapat tradisi memberikan kunyah, yaitu nama julukan selain nama asli seseorang. Kunyah ini sering digunakan bahkan untuk anak kecil, baik laki-laki maupun perempuan. Contohnya adalah Abu Anas, Abu Hafs, Ibnu Abbas, atau Ibnu Zubair. Rasulullah SAW sendiri pernah memanggil adik laki-laki Anas bin Malik, yang masih kecil dan baru disapih, dengan kunyahnya, “Wahai Abu Umair, ada apa dengan burung kecilmu?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Para ulama berpendapat bahwa hadis ini menunjukkan kebolehan memberikan kunyah kepada anak-anak. Panggilan semacam ini memiliki manfaat besar, seperti meningkatkan kepercayaan diri, merangsang kecerdasan, serta membuat anak merasa dihargai. Nabi juga pernah menggunakan kunyah untuk seorang gadis kecil, seperti dalam hadis berikut: “Wahai Ummu Khalid, cantiknya bajumu.” (HR. Bukhari).
Dalam bahasa Arab, pemberian kunyah kepada anak-anak mencerminkan doa dan harapan (Tafaul) agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang matang dan bertanggung jawab di masa depan. Selain sebagai bentuk penghormatan, penggunaan kunyah juga mengakui keberadaan anak-anak sebagai generasi penerus yang kelak akan mengemban tugas sebagai khalifah di bumi. Oleh karena itu, janganlah kita menganggap keberadaan anak-anak seolah tidak ada.
Di Indonesia, konsep kunyah tercermin dalam budaya memanggil anak dengan sapaan khas orang dewasa, seperti “Mas,” “Abang,” “Akang,” “Mbak,” “Uda,” atau “Neng.” Selain itu, anak-anak juga sering memiliki nama panggilan khusus yang lebih akrab dan penuh kasih, seperti Abdurrahman yang disapa “Iman” atau Naylasshofwah yang dipanggil “Nay.” Panggilan yang baik ini mencerminkan kasih sayang orang tua serta memberikan dampak positif bagi perkembangan psikologis anak, termasuk rasa percaya diri, harga diri, dan kemampuan berinteraksi sosial.
Tak hanya itu, orang dewasa juga dianjurkan memanggil anak-anak yang bukan anak kandung mereka dengan sapaan penuh kehangatan, seperti “Wahai Anakku” seperti panggilan Rasulullah pada Anas bin Malik yang saat itu masih usia remaja. Atau sapaan khas daerah, misalnya “Tole” (Jawa), “Cung” (Jawa-Madura), “Tong” (Tegal), “Asep” (Sunda), atau “Entong” (Betawi). Begitu pula untuk anak perempuan, bisa dipanggil dengan “Genduk” (Jawa), “Cebbing” (Madura), atau “Neng” (Sunda). Semua panggilan ini mengandung unsur kasih sayang dan kedekatan dengan anak-anak.
Dampak Positif Panggilan yang Baik bagi Anak
- Meningkatkan Kepercayaan Diri: Panggilan yang penuh kasih sayang seperti “Sayang,” “Anakku,” atau “Jagoan” membuat anak merasa diterima dan dihargai, yang berdampak positif pada kepercayaan dirinya.
- Membentuk Identitas yang Positif: Anak yang sering dipanggil dengan nama yang mencerminkan kebaikan, seperti “Ceria,” “Pintar,” atau “Baik,” akan memiliki citra diri yang lebih positif.
- Memperkuat Hubungan Emosional: Sapaan yang lembut dapat mempererat ikatan emosional antara anak dan orang tua, yang nantinya berkontribusi dalam membangun komunikasi yang lebih terbuka.
Dampak Negatif Panggilan yang Buruk
Sebaliknya, julukan yang bernada merendahkan seperti “Si Cengeng,” “Pemalas,” atau “Bodoh” dapat berdampak buruk pada psikologi anak. Ia bisa merasa tidak berharga, menjadi minder, dan bahkan mengembangkan pola pikir negatif tentang dirinya sendiri.
Pentingnya Memilih Panggilan yang Baik
Dalam pola asuh anak, kata-kata memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan karakter. Memilih panggilan yang baik bukan sekadar kebiasaan, tetapi juga merupakan investasi dalam membangun kepribadian dan kesehatan mental anak. Oleh karena itu, sebagai orang tua atau pengasuh, marilah kita lebih sadar dalam menggunakan panggilan yang penuh kasih, agar anak tumbuh dengan rasa percaya diri dan penghargaan terhadap dirinya sendiri.
Ditulis oleh: Nazlah Hasni, M.Si