ArtikelHj. Nazlah Hasni, M.SiParenting

Menyapih ASI: Bukan Akhir, Tapi Awal yang Baru

Seri Parenting Singkat Majelis Muslillah Sabilillah

“Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan…” (Q.S. Al-Baqarah: 233)

 

Pernah nggak sih, Bunda, mendadak mellow waktu sadar kalau si kecil sudah nggak lagi ngempeng ASI? Rasanya campur aduk. Di satu sisi lega karena satu fase sudah terlewati, tapi di sisi lain… kok kayak kehilangan sesuatu, ya?

Yap, menyapih memang bukan hal sepele. Apalagi kalau kita sudah melewati momen-momen begadang, pegal, tapi juga bahagia saat menyusui. Tapi percaya deh, menyapih itu bukan akhir dari kedekatan ibu dan anak. Justru bisa jadi awal hubungan yang makin hangat dalam bentuk yang berbeda.

Manfaat ASI? Banyak Banget, Bun!

Sebelum ngomongin soal menyapih, yuk kita apresiasi dulu perjuangan menyusui. Nggak sedikit ibu yang harus berjuang menaklukkan pelekatan, ⁶⁶puting lecet, ASI seret, dan drama begadang. Tapi semua itu terbayar karena ASI itu luar biasa!

ASI mengandung zat gizi lengkap, antibodi alami, bahkan bisa bantu perkembangan otak bayi. Nggak cuma buat bayi, ibu juga dapat manfaat lho—seperti mempercepat pemulihan rahim dan menurunkan risiko kanker payudara. Jadi, kalau Bunda bisa menyusui hingga dua tahun, itu luar biasa banget. Kalau belum sampai dua tahun tapi sudah ikhtiar semampunya, tetap hebat, ya!

Saatnya Menyapih, Tapi Gimana?

Nah, saat usia anak mendekati dua tahun, biasanya mulai muncul pertanyaan: “Kapan ya waktu yang tepat untuk menyapih?”

Islam sendiri memberi panduan yang sangat manusiawi. Menyusui dianjurkan selama dua tahun penuh. Tapi kalau mau menyapih lebih awal, boleh saja, asal atas kesepakatan dan diskusi antara ayah dan ibu (lihat Q.S. Al-Baqarah: 233). Jadi, intinya nggak boleh memaksa atau menyakiti satu sama lain.

Menyapih itu idealnya dilakukan pelan-pelan. Kurangi sesi menyusu satu per satu. Misalnya, sesi siang hari diganti dengan makan camilan sehat bareng, atau bermain di luar rumah. Lama-lama anak mulai terbiasa. Ibu juga bisa pelan-pelan mengalihkan perhatian si kecil dengan pelukan, cerita, atau nyanyian favoritnya.

Tapi Anak Masih Nempel Terus, Gimana?

Wajar banget kalau anak belum mau lepas. Apalagi kalau menyusu sudah jadi semacam “comfort zone”-nya. Tapi, penting juga untuk tahu bahwa setelah usia dua tahun, fungsi menyusu bukan lagi karena lapar, tapi lebih ke kenyamanan emosional.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Sesungguhnya penyusuan itu karena rasa lapar.”

(HR. Abu Dawud)

Artinya, menyusui yang bernilai hukum (misalnya untuk mahrom atau hak waris) itu hanya yang dilakukan saat anak benar-benar butuh nutrisi, bukan hanya kebiasaan. Jadi, setelah dua tahun, wajar jika ibu mulai mengarahkan anak ke makanan utama dan kemandirian emosional.
Bunda Nggak Sendirian

Menyapih itu perjuangan dua arah: dari sisi anak dan dari sisi ibu. Di sinilah pentingnya peran ayah. Dukungan suami bisa membuat proses menyapih jauh lebih mudah. Misalnya, ayah bisa ikut menenangkan anak saat malam, ajak main, atau gendong ketika anak mulai rewel karena nggak disusui lagi.

Dan buat Bunda, jangan merasa bersalah kalau merasa sedih atau galau. Itu normal banget. Tapi percaya deh, bonding ibu dan anak nggak akan putus hanya karena berhenti menyusui. Justru ini saatnya membangun koneksi lewat cara lain—main bareng, ngobrol, pelukan, atau salat berjamaah.
Akhirnya…

Menyapih itu perjalanan, bukan ujian. Setiap anak beda-beda prosesnya, jadi nggak perlu membandingkan. Yang penting, jalani dengan cinta, sabar, dan komunikasi. Jangan lupa juga berdoa, minta dimudahkan oleh Allah, karena semua ini bagian dari tugas mulia seorang ibu.

Yuk, hadapi fase menyapih ini dengan senyum dan semangat baru. Karena setelah ASI, masih banyak cinta lain yang bisa kita beri

Ditulis oleh Nazlah Hasni, M.Si

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button