Doa seorang Muslim untuk saudaranya dengan tanpa sepengetahuan saudaranya itu mustajab. Di atas kepala orang itu ada malaikat yang mencatatnya (malakun muwakkal). Setiap kali orang itu mendoakan kebaikan bagi saudaranya, maka malaikat tersebut mengucapkan amin (semoga Allah mengabulkan) dan untukmu juga seperti itu. Begitu sabda Baginda Nabi SAW.
Jadi pada hakikatnya, mendoakan orang lain adalah berdoa untuk diri sendiri, karena malaikat akan balik mendoakan kita.
Diriwayatkan, ketika selesai salat, Sayyidah Fatimah selalu berdoa untuk orang lain, untuk saudara seiman dan para tetangga.
Imam Hasan kecil, yang mendengar hal tersebut, berkata, “Ummi dari tadi aku dengar anda hanya mendoakan orang lain, tidak sekalipun kudengar anda berdoa untuk diri sendiri.”
“Wahai putraku, sesungguhnya bila kita mendoakan orang lain, maka malaikat akan mengaminkan dan mendoakan kita. Adakah yang lebih baik daripada doa para malaikat yang dekat dengan Allah?” Ucap Sayyidah Fatimah dengan lembut.
***Filosofi salam
Perihal doa mendoakan tidak terpaku di keheningan malam saja, atau waktu tertentu. Memang benar ada waktu-waktu mustajabah, tapi secara umum berdoa bisa dilakukan setiap waktu. Bahkan ketika berjumpa pun, saat kita saling mengucapkan dan menjawab salam, itu sama artinya mendoakan orang lain.
Alhamdulillah, menguluk salam sudah menjadi kebiasaan, bahkan, sudah mendarah daging. Alhamdulillah banget. Tapi saking lumrahnya banyak yang kurang sepenuhnya menyadari bahwa menguluk salam adalah celah paling sederhana yang bisa kita gunakan untuk melatih anak-anak agar terbiasa mendoakan sesama.
Seperti mencontohkan mengucap salam ketika masuk rumah, menjawab telepon, bertemu teman atau ibu guru dan sebagainya. Sambil mewanti-wanti putra-putri jika ada orang memberi salam, maka kita wajib menjawabnya.
Bukankah makna kalimat Assalamualaikum adalah semoga keselamatan terlimpah untukmu?